Home » » Kisah kematian sang pembimbing kebijakan

Kisah kematian sang pembimbing kebijakan

Empat bulan lebih lamanya pembimbing jiwaku jatuh sakit, banyak sekali saudara, kerabat bahkan teman-temanku menjenguk pembimbing jiwaku, Setelah empat bulan menjalani pengobatan kemudian sang pembinmbingku pulang karena tidak sanggup lagi membayar biayaya rumah sakit yag semakin lama semakin membengkak. setelah beberapa minggu kebijakanku di rawat di istana kecil kami sang bijak malah semakin tidak sadar dia selalu meraung tak nyenyak tidurnya, tak tenang hatinya airmata dan kesakitan terus mengalir di keluarga kami. tapi ketika sang bijakku melaihat kami menetesakan airmata dengan tenang sambil menahan sakit dia berkata, "Hey kelargaku, janganlah kau menagis dan meratap melihat keadaanku saat ini, sesungguhnya Tuhan yang maha Esa begitu menyayangiku sehingga aku diberi cobaan seperti ini supaya aku senantiasa ingat kepadanya, dan janganlah takut karena sesungguhnya di setiap kesulitan pasti ada kemudahan dan itu sudah menjadi janji Tuhan yang maha Esa".

Setelah beberapa hari setelah sang pembimbing berkata seperti itu, di saat siang hari tepatnya hari juma'at 17 Ramadhan jam 14.30 sang penopangku menjadi lemas detak nadinya menjadi hilang, napas kemurniannya berhenti matanya tertutup, wajahnya menjadi tersenyum tenang. saat ku panggil dia tak menjawab. Semua rasaku bercampur airmataku tak mampu tertahan rasa percaya dan tidakku saling berdebat. dan aku duduk di depan ikan-ikan kejujuran, dan dia berkata " Sadara dan dan adik-adiku, Teguhlah dan kuatlah kini sang penopang kita yang selalu membimbing kita menuju kebijakan yang abadi kini jiwanya telah lepas melintas di atas kita masuk kedalam surga-surga ruh. jiwanya telah lepas dari perbudakan tubuh dan telah lepas dari kesakitan dan penderitaan duniawi yang penuh dengan kekejian." 

Pembimbingku telah pergi meninggalkan dunia yang penuh dengan kebohongan dan keskitan, dengan jubah putih suci,  pergi tersenyum melepaskan semua beban dan penderitaan dunia yang ilusi. Kini dia tinggal di alam ruh yang abadi, yang keindahan dan siksaannya sudah di gambarkan di agama kami, kini aku tak mampu membelainya dengan kasih sayang sentuhan lembutku takan berguna lagi baginya, kini yang dia butuhkan hanya doa dan kesholehanku di alam ini.

Dia adalah jiwa yang tangguh yang penuh dengan kebijakan dan semangat yang kuat yang tak dapat di hentikan kecuali dalam dekapam Sangpencipta, dia adalah jiwa yang tegas yang selalu menasehati dengan cinta dan kasih sayang bukan dengan kekerasan. dia yang senantiasa membimbing dan merawatku dengan kelembutan sehingga membuatku menjadi jiwa yang tegas dan penuh kasih.

Dia adalah sungai yang murni yang mengalir dari dada ketegasan dan kebijakan yang membasahi jiwa-jiwa yang kering, dan kini sungai itu kini telah sampai kepantai keabadian.
Aku ingat saat beberapa hari terakhir ini kau selalu ingin ku belai dan ku manjakan bahkan tidurmupun harus aku temani, ku curahkan semua kasih sayang kebijakan yang sudah kau ajarkan padaku. bahkan malam sebelum kau pergi meminta ku untuk memeluk dan mendekapmu. kau kumpulkan kami dan kau meminta kami untuk memegangimu dengan penuh kasih.
apakah itu permintaan terakhirmu kamu meminta kami untuk saling berpegangan melewati dunia tanpamu hadirmu.

hari-hariku kini ku jalani hanya sendiri. dan aku senantiasa merenung, walau aku kini adalah pohon yang penuh dengan buah, dan semua orang berburu kepadaku untuk mengambil buah yang penuh dengan keberkahan tapi sepiku terus saja membelenggu, kalau boleh ku memilih, aku lebih memilih menjadi sumur yang kering sehingga orang-orang mampu melempariku dengan batu-batu dan menganggapku tidak berguna, dan aku lebih memilih menajdi biji-biji yang kosong dan takmampu menajdi pohon yang kuat sehingga orang-orang menganggapku tidak berguna akan tetapi asalkan kamu ada di sampingku dan mendekapku dengan penuh kasih dan kebahagiaan. karena sepi ini begitu menyiksa batin dan jiwaku.

Banyak orang berkata kepadaku tentang realita perjalanan kehidupan " Manusia laksana awan di langit saat langit berangin, ketika angin bertiup awan akan terhempas menghilang seperti kehidupan yang kan hilang terhempas oleh genggaman kematian."

Written by : Restu Miasari - mencintai dengan sederhana

Ingatkah kau saat pertama kita bertemu saat kau memandangku dengan penuh kasih dan cinta kau tersenyum lembut pada jiwa ku.. Ingatkah saat hujan yag gerimis dihiasi pemandanga alam yang begitu indah kau sandarkan kepalamu di atas bahuku kita saling bercerita dan membagi kasih bersama.. Tubuh dan jiwa ini memutar banyak sekali kenangan hangat antara kita. semua kenangan ini begitu membhagiakanku akan tetapi mendatangkan berbagai kerinduan yang diliputi kesakitan yang mendalam.

Join Me On: Facebook | Twitter | Google Plus :: Tanks ! ::

0 komentar:

Posting Komentar